(terakhir diperbarui: Oktober 2021)

Sejarah Singkat ICMI

Kelahiran ICMI bukanlah sebuah kebetulan sejarah belaka, tetapi erat kaitannya dengan perkembangan global regional di dalam dan luar negeri. Menjelang akhir 1980-an dan awal dekade 1990-an, dunia ditandai dengan berakhirnya Perang Dingin dan konflik ideologi. Keruntuhan komunisme sebagai salah satu ideologi yang kuat di dunia mengakibatkan terjadinya perpecahan dan disintregasi di negara-negara yang diperintah oleh rezim komunis, khususnya di Eropa Timur. Ketika kemudian Uni Soviet sebagai negara adikuasa juga runtuh, peta politik dunia juga berubah secara drastis. Barat dan khususnya Amerika Serikat yang memegang hegemoni kekuatan, seakan tidak lagi memiliki “lawan tanding” yang tangguh dalam perebutan pengaruh.

Di sisi lain, di sebagian belahan dunia muncul semangat kebangkitan agama (religious revival) yang membawa implikasi bagi adanya resistensi terhadap arus kekuatan sekuler sebagai produk dari peradaban Barat. Kebangkitan agama itu secara mencolok juga ditandai dengan tampilnya Islam sebagai ideologi peradaban dunia dan kekuatan alternatif bagi perkembangan peradaban dunia. Bagi Barat, kebangkitan Islam dianggap menjadi ‘masalah yang serius’ karena itu berarti hegemoni mereka menjadi terancam. Apa yang diproyeksikan sebagai konflik antarperadaban lahir dari perasaan terancam Barat yang subjektif terhadap Islam sebagai kekuatan peradaban dunia yang sedang bangkit kembali. Tetapi bagi umat Islam sendiri, kebangkitan yang muncul justru memberikan motivasi untuk mencari alternatif bagi munculnya transformasi nilai-nilai kultural yang membebaskan manusia dari kegelisahan batin dan ketidakpastian tujuan hidup, sebagai akibat perkembangan peradaban yang terlalu berorientasi pada materialisme.

Kebangkitan umat Islam ditunjang dengan adanya ledakan kaum terdidik (intellectual booming) yang di kalangan kelas menengah kaum santri Indonesia. Program dan kebijakan Orde Baru secara langsung maupun tidak langsung telah melahirkan generasi baru kaum santri yang terpelajar, modern, berwawasan kosmopolitan, berbudaya kelas menengah, serta mendapat tempat pada institusi-institusi modern. Pada akhirnya kaum santri dapat lebih banyak masuk ke jajaran birokrasi pemerintahan dari masa-masa sebelumnya. Posisi demikian jelas berpengaruh terhadap produk-produk kebijakan pemerintah. Dengan kondisi yang membaik ini, maka pada dasawarsa 1980-an mitos bahwa umat Islam Indonesia merupakan “mayoritas tetapi secara teknikal minoritas” runtuh dengan sendirinya.

Sementara itu, pendidikan berbangsa dan bernegara yang diterima kaum santri di luar dan di dalam kampus telah mematangkan mereka; bukan saja secara mental, tapi juga secara intelektual. Dari mereka itulah lahir massa kritis (critical mass) yang responsif terhadap dinamika dan proses pembangunan yang sedang dijalankan dan juga telah memperkuat tradisi intelektual melalui pergumulan ide dan gagasan yang diekspresikan baik melalui forum seminar maupun tulisan di media cetak dan buku-buku. Ini semua melahirkan kepemimpinan intelektual yang sangat kontributif terhadap pembangunan bangsa.

Potensi istimewa ini, sampai dengan akhir dekade 1980-an masih tercerai-berai. Tetapi berkat rahmat dan kehendak Allah SWT, potensi itu akhirnya tergalang dengan baik lewat pembentukan ICMI. Melalui ICMI diharapkan potensi umat Islam yang meliputi sebagian besar penduduk Indonesia dapat lebih berperan dalam pembangunan nasional.

ICMI dibentuk pada tanggal 7 Desember 1990 di sebuah pertemuan kaum cendekiawan muslim di Kota Malang tanggal 6-8 Desember 1990. Di pertemuan itu juga dipilih Baharuddin Jusuf Habibie sebagai Ketua Umum ICMI yang pertama.

Hingga saat ini ICMI telah melaksanakan beberapa muktamar. Dalam muktamar terakhir, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H terpilih sebagai ketua umum periode 2015-2020.

(Sumber: arsip situs ICMI [1, 2] dan situs lain, dengan beberapa pengubahan)

Sejarah ICMI Sleman

Kabupaten Sleman, sebuah kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dikenal sebagai salah satu surga institusi pendidikan. Julukan “kota pendidikan” yang lekat dengan Yogyakarta dan sekitarnya – termasuk Kabupaten Sleman – salah satunya dapat ditunjukkan dengan berbagai jenis sekolah dan kampus yang ada. Keberadaan organisasi yang mewadahi para cendekiawan Muslim di Kabupaten Sleman menjadi relevan dengan kehidupan akademik di daerah ini.

ICMI Organisasi Daerah (Orda) Sleman didirikan pada tahun 2021 sebagai wadah cendekiawan Muslim di Kabupaten Sleman. Pendirian ini berdasarkan pada Surat Keputusan Majelis Pengurus Wilayah ICMI Organisasi Wilayah DIY Nomor 020/SKO-P/ICMI/06/2021 tertanggal 19 Juni 2021. ICMI Orda Sleman resmi dilantik pada tanggal 17 Juli 2021, bersamaan dengan ICMI Orda se-DIY.

Untuk kepengurusan perdana (2021-2026), Akhmad Akbar Susamto, M.Phil., Ph.D. (Fakultas Ekonomika & Bisnis UGM) menjadi ketua umum ICMI Orda Sleman. Drs. Suwarsono Muhammad, M.A. (Badan Wakaf UII) dan Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono, M.M. (Fakultas Ekonomi & Bisnis UMY) masing-masing menjadi ketua dewan penasihat dan ketua dewan pakar ICMI Orda Sleman yang pertama.